
Oleh: Prof. DR.dr. Tjandra Yoga Aditama, MPH-Guru Besar Paru FKUI, mantan Direktur WHO SEARO dan mantan Dirjen P2P Kemenkes RI
JAKARTA: COVID-19 masih belum juga terkendali di dunia, dan juga di Indonesia. Tentu tak mudah untuk memperkirakan akan bagaimana pandemi inipada tahun 2021.
Hal ini setidaknya dapat dianalisis dari lima faktor. Faktor pertama,virusnya sendiri: SARS CoV-2.Sejak Februari 2020 telah diamati adanya mutasi pada virus ini, terutama dalam bentuk D614G. Mutasi ini juga sudah dilaporkan di negara kita, selain beberapa negara ASEAN, Eropa, dan lain-lain.
Publikasi di jurnal ilmiah 12 November 2020 membahas cukup lengkap tentang mutasi ini, dan menyampaikan tiga hal. Pertama, mutasi ini menyebab kanvirus lebih mudah menular. Kedua, untungnya tidak membuat keganasannya bertambah. Dan ketiga, untungnya lagi, ada dugaan mutasi ini mempermudahkerja antibodi netralisasi, artinya akan mempermudah vaksin bekerja memberi kekebalan. Tentu masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikannya.
Di sisi lain, mutasi D614G diduga juga berperan pada tertularnya jutaan cerpelai di Eropa. Dalam hal ini ada yang agak mengkhawatirkan, yakni adanya mutasi dalam bentuk ”kluster 5” yang sedang diteliti apakah akan memengaruhi efektivitas vaksinasi nantinya.
Mutasi lain adalah varian 20A.EU1 yang dilaporkan terjadi di Spanyol dan kemudian diduga sudah ada di lebih dari10 negara Eropa. Ada pula perubahan pada wilayah lain dari genom SARS-CoV-2. Walau ada berbagai mutasi, secara umum para ahli berpendapat tak akan ada mutasi yang betul-betul menimbulkan perubahan yang bermakna. Kalau pendapat ini benar, dan kita harapkan demikian, kita dapat berharap virus penyebab Covid-19 ini tak akan banyak mengalami perubahan yang berdampak pada pandemi di 2021.
Faktor kedua adalah manusia. Kita semua yang sudah berbulan-bulan harus hidup dalam keadaan pandemi dengan segala keterbatasan dan dampaknya. Sebagai ilustrasi, Eropa tadinya sudah cukup baik menangani pandemi, kasus sudah terkendali, tetapi sekarang mereka mengalami gelombang kedua (second wa-ve). Kasus meningkat lagi sehingga beberapa negara kini harus menjalani second lockdown sejak awal November 2020.
Analisis para pakar menyebutkan, salah satu penyebab pentingnya adalah ”restriction fatigue”. Rupanya orang sudah lelah dengan berbagai pembatasanaktivitas sehingga akhirnya tidak patuh lagi dan angka penularan kemudian meningkat kembali.
Kalau ”fatigue” ini benar, dan tampaknya begitu, padahal pandemi belum setahun berjalan,maka di 2021 hal ini bisa jadi tambah meluas. Akan makin banyak orang yang sudah merasa terlalu lama terbatas aktivitasnya lalai dan tidak patuh pada protokol kesehatan. Jika hal ini terjadi ditahun 2021, tentu berakibat buruk pada situasi pandemi didunia, rantai penularan akan terus ber-jalan dan jumlah kasus akan tetap bertambah.
DETEKSI DAN PENGOBATAN
Faktor ketiga adalah kemampuan ilmu pengetahuan dalam mendeteksi Co-vid-19. Sekarang kita ketahui bahwa caradiagnosis pasti adalah lewat pemeriksaan tes dengan nucleic acid amplificationtest (NAAT), terutama swab hidung tenggorokan yang lalu diperiksa polymerase chain reaction (PCR). Sejak September lalu, WHO juga mengeluarkan emergency use of listing (EUL) untuk pemeriksaan deteksi antigen yang punya sensitivitas lebih dari 80 persen dan spesifisitas lebih dari 97 persen.
Di pihak lain, juga ada berbagai penelitian untuk mendeteksi Covid-19 dengan cara yang diharapkan lebih mudah,misalnya mempersingkat ekstraksi pada proses PCR sehingga dalam 1-2 jam hasil sudah didapat, atau deteksi dengan cara meniup, pemeriksaan lewat air liur, dan lain-lain. Semua ini akan terus berkembang dan kalau memberi hasil baik di 2021, tentu akan berperan positif dalam kegiatan testing untuk penanggulangan pandemi.
Faktor keempat adalah tentang pengobatan. Sampai sekarang belum ada obat antivirus yang benar-benar terbukti ampuh membunuh SARS-CoV-2. Obat yang kini digunakan pada dasarnya adalah obat yang sebelumnya digunakan untuk penyakit lain dan lalu, karena sifat farmakologiknya, dapat juga digunakan untuk Covid-19, walaupun belum sepenuhnya berhasil baik.
Sejauh ini belum ada perkembangan yang sangat bermakna dalam penemuan obat ini walaupun tentu penelitian masih terus dilakukan. Publikasi terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 20 November 2020 juga masih membahas obat yang sudah dikenal, seperti remdesivir dan kortikosteroid. Kita berharap agar di 2021 penelitian obat ini akan terus digalakkan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik.
VAKSIN
Faktor kelima adalah perkembangan vaksin. Banyak orang yang berharap agar vaksin dapat merupakan ”game changer” pandemi ini. Kita tahu bahwa kini ada berbagai calon vaksin yang sedang dalam proses akhir uji klinis fase ketiganya, dan setidaknya awal 2021 sudah ada yang bisa digunakan di masyarakat.
Hanya saja, sedikitnya ada lima faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menilai dampak vaksin pada situasi pandemi di 2021, yaitu ketersediaan, efektivitas dan cakupan, lama kerja, distribusi, dan akseptabilitas masyarakat.
Kalau memang akan disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan, vaksin baru akan mulai diproduksi akhir 2020 atau awal 2021 sehingga di masa-masa awal tentu jumlahnya belum akan cukup untuk manusia di muka bumi, jadi di 2021 ketersediaan masih belum akan optimal. Beberapa negara tentu akan berupaya mendapatkan vaksin terbaik untuk rakyatnya, dan di tingkat dunia sudah ada upaya program seperti CO-VAX yang digagas berbagai organisasi internasional.
Pembicaraan pimpinan G-20 baru-baru ini juga membahas akses vaksin bagi semua negara. Tentang efektivitas,ada beberapa calon vaksin yang menyatakan lebih dari 90 persen, bahkan aman untuk usia lebih dari 60 tahun, dan ada juga yang efektivitasnya tak setinggi itu.Ini tentu akan memengaruhi terbentuknya herd immunity di suatu negara, yang memang dipengaruhi efektivitas vaksin,indikator penularannya (Ro), dan cakupan yang harus dilakukan.
Makin rendah efektivitas, maka perlu cakupan yang lebih tinggi, dengan berbagai tantangannya, seperti distribusi vaksin ke seluruh pelosok negeri dengan rantai dingin yang mutlak harus terjaga.Lama kerja vaksin juga memegang peranan penting. Kalau kekebalan yang terbentuk terlalu singkat, tentu perannya dalam pengendalian pandemi jadi lebih terbatas. Hal lain, akseptabilitas masyarakat terhadap vaksin tentu jadi salah satu faktor kunci utama. Kita tahu bahwa ada saja kelompok masyarakat yang menolak divaksin dengan berbagai latar belakangnya.
TANGGUNG JAWAB BERSAMA
Dari lima analisis ini, tampak bahwa situasi pandemi Covid-19 di 2021 masih akan sangat bergantung banyak faktor. Adalah tanggung jawab kita semua untuk memberi peran serta terbaik untuk penanggulangan pandemi. Tentang mutasi virus, yang dapat dilakukan adalah selalu waspada mendeteksi kemungkinan perubahan yang ada, lalu menindaklanjutinya dengan tepat.
Tentang kemungkinan orang ”lelah” menghadapi masa pandemi yang berbulan-bulan, dan sampai lebih dari setahun, maka di 2021 tidak ada jalan lain, kesadaran bersama perlu terus ditingkatkan. Ketaatan pada protokol kesehatan adalah untuk keselamatan diri kita sendiri, keluarga dan kerabat, masyarakat kita, bahkan untuk keselamatan bangsa dan dunia. Jadi, jangan pernah kendur, ini tanggung jawab kita semua.
Tentang deteksi dan pengobatan, setidaknya ada dua yang perlu dilakukan. Pertama, kegiatan test dan treat (bersama trace) harus tetap digalakkan sebagai tulang punggung pengendalian. Kedua, jika mungkin berperan aktif dalam penelitian menemukan tes deteksi dan atau obat baru bagi penyakit ini.
Tentang peran penting vaksin, memang ada yang jadi tanggung jawab dunia dalam hal ketersediaan vaksin untuk semua negara, ada yang tanggung jawab negara untuk penyediaan vaksin yang paling optimal bagi rakyatnya, dan ada tanggung jawab anggota masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam program vaksinasi, tentu dengan vaksin yang sudah terbukti efektif dan aman.
Semua faktor di atas akan memengaruhi bagaimana pandemi Covid-19 di 2021. Semoga kita semua, Indonesia dan dunia, dapat bersama mengatasi pandemi terbesar selama kita hidup ini.
Tulisan ini telah diterbitkan di Harian Kompas edisi Kamis 26 Nopember 2020